Follow Us @soratemplates

Half Purple and Blue Butterfly

Tuesday, May 22, 2018

Aku bukan Khadijah : Aku tidak bisa seperti Khadijah


Aku bukan Khadijah... Khadijah yang selalu sabar untuk Rasulullah SAW.  Khadijah yang tidak pernah mengeluh, marah, mencaci dan memusuhi suaminya. Aku wanita biasa, yang mudah merasa terluka dan kecewa hatinya. Khadijah adalah mutiara, tapi aku hanya seperti debu yang bertebaran.. Khadijah seperti perhiasan yang memancarkan kemilau emas nan indah dipandang.. Tapi aku hanya seperti kepingan logam tak berarti. Bagaimana aku bisa menjadi seperti Khadijah yang bak mutiara dan perhiasan indah bagi suaminya. "Sebaik baik perhiasan dunia adalah wanita soleha". Aku mungkin bukan perhiasan indah bagi suamiku. Aku manusia biasa yg tidak pernah bisa setulus hati dan memiliki hati selapang para kekasih Allah swt. Kebaikan yan gtelah aku lakukan tak munafik aku mengharapkan balasan budi, penghargaan, dan pujian. Lalu ketika semua itu tak kudapatkan, maka aku akan marah dan kecewa. 
Bagaimana aku bisa bertahan hingga detik ini pada kondisi yang amat sulit. Aku tersenyum di depan banyak orang, aku tersenyum di hadapan anakku, ayah ibuku, bahkan di depan suamiku. Bahkan aku sendiri tidak tau apa yang aku rasakan saat ini. Kenapa aku suatu ketika bisa sabar, tapi kenapa tiba-tiba aku marah dan kecewa. Aku belum bisa mengatur hati ku agar selalu dalam kondisi lapang. Semua itu karena aku adalah wanita biasa, bukan seperti Khadijah. Bukan kekasih Allah yg dilimpahkan kesabaran tanpa batas.


Aku dirugikan, dikecewakan, disakiti, tidak dinafkahi, tidak diperhatikan. Itulah ungkapan yang mendeskripsikan keadaanku. Wanita sekuat apakah aku ini, rela dirugikan sebanyak itu, namun tetap setia menjaga dan menemani suamiku saat dia dalam kondisi terpuruk saat ini. Bahkan aku rela menjual seluruh harta benda yang aku miliki untuk membantunya keluar dari masalahnya. Menjual satu-satunya harta yang aku miliki, motor, handphone, bahkan aku menjual perhiasan maskawin pernikahanku. Aku tau, hal itu bukan atas dasar permintaan suamiku, memang akulah yang menginginkan itu dan itu adalah atas ideku dan tanpa beban aku melepaskan semua itu demi... demi membayar hutang-hutang yang terus mengejar kami.

Untuk apa rela menjual semua itu demi membayar hutang? apakah hutangnya sangat banyak? ataukah hutangnya adalah untuk memenuhi kebutuhan dan keinginanku?
Justru semua jawabannya adalah TIDAK. Hutangnya tidak banyak, tapi berbungan dan berbungan karena hutang riba. Hutang itu adalah karena kebiasaan judi suamiku, yang tak kunjung bisa sembuh. Lagi lagi karena judi. kenapa aku rela membantu suamiku ? Entahlah aku tidak tau.
Aku hanya menginginkan satu hal pada saat itu. Aku ingin mempertahankan rumah tanggaku, aku ingin menciptakan kedamaian di antara suamiku dan ibu mertuaku, aku ingin mengembalikan semua seperti semula. Mengembalika kondisi bahagia seperti dulu, walau aku harus kehilangan banyak hal. Aku rela asalkan suamiku berubah menjadi suamiku yang baik seperti yang aku kenal dulu. Aku hanya ingin hidup tenang tanpa prpecahan, pertengkaran, dan perceraian. Dan di masa aku rela itulah aku bisa berusaha menjadi wanita yang lapang, berusaha menjadi seorang Khadijah bagi suamiku. Bertahan dan menemaninya di saat tidak ada lagi yang mau membantunya, tidak ada lagi yang menghiraukannya. Aku menciptakan canda tawa dan senyum untuknya. Walau aku menentang keadaan dan nasehat dari keluargaku  untuk tidak memperdulikan masalah suamiku. Karena yang dilakukannya adalah sangat fatal, dan merugikanku. Aku selalu berbaik sangka, akan ada kebaikan setelah ini. Meskipun dengan tangisan dan pengorbanan sedemikian rupa aku lakukan.

Nyatanya, diri ini bukanlah wanita sekuat Khadijah. Aku adalah diska, wanita biasa yang juga tidak terlalu fasih dalam agama, tidak terlalu taat dalam beribadah, tidak pula pantas menjadi kekasih Allah swt, dan itulah sebabnya aku juga pernah merasakan marah dan kecewa. Marahku ketika suamiku tidak lagi mulai bisa menghargai ku, tidak lagi bisa berkata dan bersikap baik terhadapku. Aku marah, aku kecewa dan mengungkit semuanya. Seperti yang aku lakukan saat ini, aku merasa sangat kecewa.

Suamiku tidak bisa mengerti keadaanku, aku ini punya kelemahan yang mungkin memang sangat menyebalkan. Aku ini manusia kerbau, yang "ngantukan", dan kalau aku sudah tertidur sangat susah dibangunkan. Aku akui, memang aku bisa dikatakan egois jika aku sudah punya urusan pribadi maka aku kurang peduli terhadap urusan orang lain. Termasuk keinginan suamiku untuk diperhatikan dan dilayani. Semalam aku memang sanagat mengantuk dan lelah karena aku naik motor ingin mengunjungi anakku ke rumah nenekku. Di jalan saja aku sudah sangat ketakutan akan kecelakaan karena mataku sudah tidak kuat untuk aku buka dan sangat ingin aku pejamkan. Sampai di rumah aku langsung tertidur tanpa menyapa suamiku dan menanyakan kabarnya. Hal itulah yang membuat suamiku bersikap dingin di pagi hari. Aku sedih, karena kekhilafanku yang aku lakukan karena sifat manusiawi saja dia mendiamkanku. Tidak bisakah dia mengerti sesaat saja dengan kondisiku yang juga lelah. Ditambah aku sudah tidak lagi melihat handphoneku di rumah karena sudah suamikujual di malam hari ketika aku tertidur. Memang kami sudah berniat untuk menjualnya malam itu karena suamiku sedang dikejar cicilan oleh temannya. Aku sangat kecewa, mengapa tidak ada sedikit saja toleransi darinya untukku yang hanya karena aku tertidur saja dia seperti itu, sedangkan dia lupa sudah berapa banyak pengorbanan yangsudah aku berikan untuknya. Pagi ini aku benar-benar kecewa, dan aku memutuskan untuk berangkat kerja naik motor sendiri tanpa bersalaman kepadanya.

Air mataku membuncah ketika di perjalanan aku ke kantor, tidak habis fikir dengan apa yang suamiku berikan kepadaku. Kenapa , kenapa dan kenapa... Dan inilah yang membuatku lagi lagi kecewa dan lupa dengan makna keikhlasan. Aku hanya ingin dimengerti, tapi baginya aku egois. Aku hanya ingin diakui dan dihargai, tapi baginya aku sudah tidak menghormatinya. Dengan semua yang sudah dia lakukan terhadapku, mendzalimi ku dan secara tidak langsung juga mendzalimi anak kami, masih pantaskah menjadi suami yang patut dihormati. Mungkin kata-kata ini yang bisa aku lontarkan kepadanya, jika aku marah dan kecewa. Namun nyatanya, aku tidak pernah sanggup berkata seperti itu. Karena aku masih ingin berusaha menjadi seperti Khadijah. Tetap tegar, tetap bebakti kepada suami dalam kondisi apapun. 

اين زوجتي Khadijah, kata Rasul.. Lalu apakah suamiku juga memanggilku seperti itu? ... ya istriku, dimanakah engkau.. Pedulikah dia terhadapku yang kini aku tidak membawa uang saku untuk akomodasi dan tidak membawa alat komunikasi apapun? Adakah rasa iba terhadapnya untukku ..
Mungkin tidak, dan mungkin dia hanya marah dan marah terhadapku kini. Karena hingga detik ini aku tidak melihat tanda-tanda dia mencariku dan memperdulikanku.


Sedih, dan sangat sedih.... mengetahui kenyataan ini. Apakah aku ini hanya ditakdirkan untuk disakiti dan dikecewakan oleh laki-laki yang aku cintai dengan tulus ? Dulu aku dikhianati dan ditinggalkan, kini aku didzalimi dan dikecewakan. Lalu apakah ada seorang yang bisa membahagiakanku lahir dan batin ? menerimaku apa adanya, dengan segala kelemahanku ini, dan memberikan cinta yang tulus.
Apakah Allah merindukanku, agar aku kembalipadaNya, karena sesungguhnya tiada yang lain yangbisa mencintaiku kecuali Allah swt..

No comments:

Post a Comment